Rabu, 06 Mei 2009

UPACARA !!!

Senin 27 April 2007

Pagi ini kuedit ulang video yang rencana mau kuputar di acara upacara nanti. Aku masih nggak tau kenapa hasil editanku kemarin belum bias dirender tuntas. Kucba lagi, masih begitu.
Kuputuskan unduk men-delt beberapa data tak penting. Video-video hasil copian atau yang sudah ada duplikatnya langsung kubuang. Beberapa saat setelah banyak yang terbuang, memory hardiskku bertambah. Kucoba render ulang, Alhamdulillah sampai tuntas.
Eforiaku meluap-luap. Antara haru dan penuh harap. Kusend sms buat teman-teman kelas agar hari ini mengikuti upacara agar bisa melihat video tentang kelas ini. Aku ingin mereka turut mengenang kebersamaan yang dulu pernah mewarnai lembar perjalanan masa SMP. Aku ingin memperlihatkan kembali semangat yang dulu pernah dibina bersama-sama.
“Ntar datang upacara ya!”

Sudah hampir jam delapan. Aku tak sabar ingin memutar video itu di depan seluruh anak Alternatif. Berharap film ini bisa menginspirasi, memotifasi dan memompa semangat seluruh anak.
***

“Kok belum kelihatan?” sms Mas Hilmiy.
“Ya bentar lagi.”

Aku berjalan sambil menahan senyum. Kukenakan kemeja larik-larik milik Ibuku, rok hitam pekat, dan jilbab putih milik adikku. Rasa percaya diri dan semangat benar-benar memenuhi setiap aliran darah. Geloranya makin terasa, terus meluap-luap.
Langkahku pasti. Sudah lama tak kurasakan suasana seperti ini. Mungkin setahun ini, setelah anak season satu pindah. Karena suasana seperti ini biasanya terjadi saat hendak memberikan karya pada acara gelar karya. Biasanya dentum-dentum kegembiraan itu mewarnai langkah-langkahku dan anak season lain ketika mau berangkat. Tak sabar ingin melihat ekspresi teman-teman saat karya kami dipertunjukkan.
Setelah beberapa anak pindah, season jarang berkarya. Hanya sekali itupun waktu tujuh belasan dan aku tak ikut karena waktu itu sudah berangkat mondok puasanan.
Dan setelah tampilan “TAK SEKOLAHPUN AKU BISA PINTAR” itu, season tak lagi menyumbang karya film.Tak pernah sekalipun sampati detik ini.
Anak season kali ini lebih bakat di bidang tarik suara. Arin, Tia, apalagi Putri. Maka tak heran kalau season pernah menampilkan lagunya Emha Ainun Nadjib waktu acara buka bersama. Sebuah tampilan yang hampir mustahil ditampilkan oleh anak season satu yang tak begitu suka sama seni tarik suara.
Aku tak bisa sepenuhnya mengurai makna. Hanya langkah-langkah inilah yang begitu membuatu bersemangat hari ini.Langit biru itu begitu bersahabat meski tak ada awan gemawan yang tebal. Tapi indahanya tetap menelisik setiap ruang jiwaku. Energi keelokan warna cerah itu melintas bening ke dalam batinku. Sasarannya sangat tepat.
Aku melewati perempatan, jalan lurus mengikuti alur aspal, belok di samping rumah Shalma(anak kelas 4 Q-tha), jalan lurus lagi, belok di belakang RC, melewati rumah mbah Lam, jalan lurus ke utara. Dan…. Kerinduan itu tak juga hilang.
Kurasa kau pernah merasakan kerinduan seperti ini. Rindu pada suasana yang sudah lama tak dirasa.
Dengan amat sangat percaya diri, kusongsong RC. Tak segera masuk, aku tahu anak-anak lain belum banyak yang berkumpul. Semua masih berpencar di sekeliling sekolah. Ada yang masih di rumah Mbah Lam, ada yang ngobrol di depan RC, ada yang di Shake, ada yang ngobrol di pelataran RC pula.
“Gimana, Za?” kutanya Izza yang sedang asik ngobrol bareng Bang Tholib dan Amri. Aku segera mendekat. Berharap menemukan jawaban yang menggugah semangat. Atau setidaknya jawaban yang membuatnya berderai-derai terharu.
Tak ada jawaban pasti atas pertanyaanku tentang hasil ujiannya masuk perguruan tinggi. Tapi lewat ekspresi yang ditawarkan, aku langsung membaca jawaban itu. Seringainya memancar isyarat jelas.
Aku masih tersenyum, berharap ia akan tetap berderai-derai terharu bahagia setelah melihat video tentang kelas yang kubawa.
Setelah sebentar ngobrol, aku melesat masuk ke RC. Di dalam, suasana lengang. Hanya ada beberapa anak yang duduk sambil ngobrol. Di depan, di dekat laptop dan LCD yang sudah menyala, dan ada Mas Hilmiy dan Ichwan. Sedang membicarakan sesuatu. Aroma semangat yang tak jauh beda, sudah tercium hanyut sampai dasar jiwa optimisme yang merajut-rajut seperti tak pernah putus.
“Mas,”Sapaku sambil mendekat.
Dan, tak kusapa manusia berjaket merah di depannya. Kebiasaan yang sudah bukan lagi hal yang perlu dipertanyakan. Yah, akibat termakan gossip dan lain sebagainya, akhirnya aku benar-benar tak bisa menyapa makhluk yang dulunya pendiam itu. Beginilah, aku yang punya sebenarnya punya jiwa pendiam ini hampir tak pernah bisa berkutik di depan makhluk pendiam. Tak peduli perempuan atau laki-laki.
Dan dia juga tak mau menyapa meski menyadari kehadiranku. Ia tetap sibuk dengan catatannya. Seperti sedang merencanakan sesuatu.
“Mana filmnya” Mas Hilmiy dengan topi hitamnya, menoleh sekenanya. Tak ada sebentuk senyum. Laki-laki ini kalau tak serius ya pasti kocak. Sangat jarang bermanis-manis ria.
“Nih,” kuulurkan flashdisk putih yang kupinjam dari Khusnul.
“Dicopy aja di folder video,” pintanya. Kemudian mengalihkan perhatian ke Ichwan lagi.
Segera kusongsong laptop milik kepala sekolah. Kubuka eksplorer. Kumasukkan flashdisk, dan menunggu data di dalamnya bisa segera tampak.
Tak kusangka, data-data itu hanya muncul sebentar, hanya beberapa menit kemudian tenggelam lagi. Kutunggu, tak ada jawaban pasti dari si kecil flash. Kutarik kembali beda itu, kumasukkan lagi. Tetap tak mau tampak.
“Mas nggak bisa,”
Mas Hilmiy mendekat dan membenarkan. Aku beranjak menyongsong Ulfa yang sedang memilih-milih buku di deretan rak RC setelah sebelumnya ia memanggilku untuk menunjukkan sesuatu.
“Baca ini, Mbak!” perintahnya.
Aku menelisik perkalimat di dalamnya. Kurasa tak ada yang aneh. Tapi Ulfa masih senyum-senyum menggoda seperti yang biasanya terjadi. Senyum itu pasti mau meledekku. Atau lebih tepatnya menggosipkanku.
“Wuuu dasar!” kututup buku itu begitu tahu ada kata Ikhwan di dalamnya.
“Eh Mbak…” lagi-lagi anak ini cerita soal comment Ichwan . Kutanggapi sekenanya saja. Setelah itu berusaha mengalihkan perhatian. Membicarakan banyak hal seputar buku-buku RC yang pernah kami baca. Dia promosi, aku juga promosi.
Tapi sampai saat itu, aku masih harap-harap cemas, apakah acara kali ini akan semeriah yang kubayangkan atau sebaliknya.
Beberapa saat, acara dimulai. Ichwan berperan jadi moderator. Hari ini Zulfah yang setiap jadi moderator acara tak berangkat. Bang Minan juga sebentar lagi harus izin.
“Sini aja, Mbak,”Ulfa membawaku duduk di samping kanannya. Di samping kiriku ada Hana, adikku.
“Oke, sekarang semuanya kumpul sama anak-anak kelasnya masing-masing,” perintah Ichwan yang kemudian membagi-bagi tempat bagi masing-masing kelas. Sepertinya sedang terinspirasi sama upacara sungguhan yang biasanya berlangsung di sekolah-sekolah formal. Atau ada maksud lain?
Kutengahi dugaanku, aku segera melesat ke tempat anak kelas enam.
Bikin malu anak kelas aja, Wan..wan. Batinku sambil terkekeh.
Dengan dikumpulkan seperti ini. Tabiat anak kelasku anak kentara. Anak-anak kelas paling males ikut upacara beginian. Lebih suka berangkat kalau acara upacara dan segala tetekbengeknya sudah selesai.
Waduuuh, padahal harapanku hari ini anak-anak kelas bisa nonton wajah-wajah lugunya dulu.
Aku mendongak-dongak, melihat lagi dan lagi ke arah pintu masuk RC.Berharap agar anak kelasku yang lain segera hadir.
Ichwan masih mengulur dialog pembuka sebelum akhirnya filmku diputar juga di depan wajah-wajah anak QT yang sepertinya mulai merindukan film produk local yang sudah jarang dipertontonkan.
Sebenarnya film ini sudah sangat lama dan pernah ditayangkan di acara gelar karya waktu mengangkat tempat HIV AIDS. Eitz… tapi ini bukan film soal AIDS. Ini hanya sumbangan karya penghibur waktu itu.
“Nanti sampeya ya Mbak ya yang presentasi, soalnya aku mau pergi,” Cak Minan membisikiku.
“Enggak ah, Mas Hilmiy aja,”
Cak Minan berbalik membisiki hal yang tak jauh beda pada Mas Hilmiy. Dan apesnya, Mas Hilmiy melempar ke aku lagi. Begitu seterusnya sehingga akhirnya kami sepakat untuk presentasi bareng-bareng. Tapi…
“Nanti yang presentasi kamu sama Ichwan,”
“Tapi…” lidahku tercekat. Rasanya tak adil kalau harus membedakan. Tapi, harapanku yang ikut berpresentasi adalah anak yang sejak awal ikut proses.
“Ya sudah,” aku menyerah.

“Wihihiiiihihihiiiihihi..hi hiyombom bowe…” suara lucu khas film produksi season itu keluar menggelegar. Seluruh anak menertawakan suara itu.
“Wheeee, Season,” ucap seorang anak. Mungkin ia juga sudah merindukan karya-karya kami…(ciyee… geer banget.)
Tak lama, sebuah melody slow mengalun. Menggetarkan, menelisik salah satu ruang sepi dalam sukma. Kemudian, muncullah puisi yang mencoba bermain dalam intuisi. Berbicara dan berdialog dari hati ke hati.

“Dariku, untukmu,” tulisan itu terpambang besar. Penuh penghayatan dan penuh pesan yang dalam.
Tak lama, suara Eny saat kelas 2 SMP lalu terdengar,“Everybody in this world certain have many desire. Because it make, make this life more….”
Setelah sekian lama, aku mencari…sebuah cinta sejati.
Lagu ciptaan Naim yang dinyanyikan Emy dan dewi-dewi yang dulu sempat direkam itu mengalun menengahi dialog Eny. Berikutnya, adegan-adegan penuh kenangan terlihat silih berganti. Adegan kelas satu dan kelas dua.
Begitu banyak perhatianmu yang telah kau berikan padaku.
Gambar bu Dwi menyelingi, memancarkan titik kerinduan yang mengalir deras. Kemudian gambar Emy kecil terpambang,
“Aku senang sekolah di sini. Di sini aku lebih mendapatkan pengetahuan luas dari mereka,” ucapnya meyakinkan…
Hanya sekilas saja, setelah itu adegan berubah.
Maafkanlah sayang, buatmu menungggu, tapi kini kupastikan aku bersamamu. Hanyalah untukmu kuberikan segalanya yang tebaik dari diriku untukmu.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

teruskan bkatmu ya fin..
km akan mnjdi orang skss.
amien

Anonim mengatakan...

fans

Nia mengatakan...

Assalamualaiqum mbak..
aku tahu sedikit tentang mbk Fina dari salah seorang teman ku..
katanya mbk Fina itu orang nya cerdas dan hebat banget..!!
setelah aku mencari info tentang mbk Fina dan sedikit banyak cerita dari teman ku..
ternyata mbak Fina itu benar-benar hebat banget..
aku jadi ingin kenal mbak fina dan ingin mendengarkan cerita mbak Fina tentang bakat nya jadi penulis dan karya2 mbk fina..